Setahun Setengah Pandemi C19

Hai, bagaimana kabar kalian? Semoga baik saja, dan selalu kudoakan agar selalu mendapat kesehatan dan kebaikan, amiiin. Sudah satu setengah tahun pandemi di negeri ini, sampai sekarang belum selesai pun belum terkendali. Hampir 4 juta orang di Indonesia sudah terineksi, seratus dua puluh tujuh ribu lebih meninggal. Ikut berbela sungkawa untuk orang yang berduka karena wabah ini. Saya ingin flashback pengalaman pribadi dari awal covid muncul sampai tulisan ini ada.

Awal Mula Pandemi

Akhir desember 2019, beredar kabar ada penyakit misterius mirip pneumonia yang menyebar di china. Namun berita tersebut belum menyebar di Indonesia. Saya dan istri, baru pindah kontrakan karena istri saya sedang hamil dan ingin dekat dengan tempat kerja. Senangnya kami, kontrakan baru kami bersih dan luas, kami pun sempat mempekerjakan ART untuk membantu mengurus keperluan rumah tangga.

Januari 2020, Saya dan keluarga istri liburan ke jepang untuk merayakan kehamilan pertama istri. Sudah 3 tahun lebih kami menikah dan alhamdulillah baru memiliki kesempatan mendapat keturunan setelah menunggu sekian lama. Berita tentang c19 sudah mulai terdengar di Indonesia, namun waktu itu berdar kabar bahwa virus tidak menyebar lewat udara atau antar manusia (pernyataan resmi WHO). Saya ingat di jepang pun sudah ada satu dua orang yang terinfeksi, namun pemerintah jepang masih santuy karena menurut WHO virus tersebut hanya menular dari hewan ke manusia, layaknya flu burung.

Setelah pulang dari jepang, baru ada berita kalau di wuhan terjadi lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona yang menyebabkan pneumonia (radang paru). Saya ingat waktu itu melihat video istri yang dipost oleh salah satu akun gosip, lockdown di china sangat mengerikan, para suster tampak kelelahan dan kewalahan menangani pasien yang membludak. Ada juga orang yang berusaha kabur dari wuhan lewat bandara sampai manjat dinding pembatas imigrasi, seperti suporter bola yang mau ngamuk. Tapi saya cuman nanggepin cuek karena waktu itu saya masih belum percaya kalau virus tersebut bisa sampai di Indonesia.

Februari 2020, Saya baru saja pindah kantor dari pancoran ke kuningan. Banyak kenangan dan kemudahan di kantor lama yang tidak ada di kantor baru. Mulai dari jarak kantor baru yang lebih jauh dari tempat tinggal dan lebih macet, antrian lift di kantor baru yang lama, tempat parkir kantor baru yang selalu cepat penuh dan lebih ribet, sampai tempat makan kantor baru yang jauh dan nggak asik buat nongkrong. Terbesit rasanya untuk kerja remote aja alias nggak perlu ngantor.

Bulan itu kami harus memberhentikan ART karena ketahuan berbohong dan berhutang tapi tidak mempunyai itikad baik untuk melunasi. Dan lagi katanya sedang hamil di luar nikah, menyebalkan sekali rasanya. Padahal kami dapatkan dari yayasan. Gantilah kami ART yang baru, yang direkomendasikan dari saudara. Berita corona mulai menyebar di berbagai negara, bahkan negara tetangga (singapore) sudah ada yang terkonfirmasi positif, namun pemerintah Indonesia masih santuy dan yakin bahwa corona tidak akan masuk Indonesia. Menkes pun berkata kalau orang Indonesia imunnya kuat kuat, jadi mana mungkin corona bisa masuk Indonesia

Pemberlakuan PSBB dan WFH

Maret 2020, Kebetulan setelah semua karyawan pindah kantor, ada acara gathering untuk merayakan ulang tahun perusahaan di daerah ancol. Saya senang sekali karena mendapat doorprize sepeda motor. Kantor baru motor baru nih pikir Saya. Muncul berita ada orang Indonesia yang terkonfirmasi positif c19. Orang depok yang tertular dari WN Jepang, seorang guru tari. Waktu itu Saya masih masuk kantor dan kerja seperti biasa, karena belum ada himbauan untuk kerja secara remote. Pemerintah Indonesia masih yakin masih bisa mengendalikan virus covid -19 dan menghimbau masyarakat argar tidak panik. Tapi waktu itu saya mulai khawatir karena nguping percakapan orangsaat sholat jum’at, ada karyawan perusahaan lain yang bekerja dalam gedung yang sama sudah terinfeksi C19.

Tengah maret 2020, awal Saya melakukan WFH. Keadaan sudah tidak kondusif lagi, untuk bekerja di kantor. Pemerintah jakarta menghimbau warganya untuk di rumah saja. Muncul istilah social distancing (menjaga jarak). Berita C19 dimana-mana, penyebaran cepat, belum ditemukan obat, riset vaksin baru dimulai, pelacakan masih sangat mahal & lama, massive-nya berita hoax. ART yang baru bekerja satu bulan pun akhirnya harus kami hentikan lagi karena termakan hoax dan nekat pergi ketemu dengan pacarnya setiap akhir pekan. Pemerintah sempat memesan klorokuin dan avigan yang ‘dipercaya’ sebagai obat C19. Saya juga sempat berharap obat tersebut manjur, tapi nyatanya tidak menyembuhkan apapun.

April 2020, istri sudah hamil besar, tapi malah susah makan karena sering muntah sehabis makan. Untuk melakukan pekerjaan rumah kami sewa jasa bersih bersih online seminggu sekali, sebenarnya was was juga, karena waktu itu alat tes masih mahal dan protokol kesehatan masih minim. Masuk bulan puasa pemerintah menghimbau untuk solat tarawih di rumah saja. Sedih sekali karena saya tau kalau akan melewati ramadhan benar benar hanya berdua. Ada seruan untuk karantina wilayah atau lockdown di DKI saja, untuk meredam laju penyebaran. Namun tidak pernah terjadi, karena berbagai alasan maupun pertimbangan dari pemerintah yang susah dipahami. C19 dinyatakan sebagai bencana nasional, artinya masuk dalam pengawasan BNPB.

Mei 2020, Pemerintah melarang mudik tapi mempersilahkan pulang kampung, bingung juga maksudnya bagaimana. Pemerintah juga meniadakan salat ied di lapangan / masjid, kami pun merayakan idul fitri di rumah. Hanya bisa video call untuk maaf maafan ke orang tua. Istri lagi hamil masuk bulan 9. Semua persiapan kehamilan kami urus sendiri, tidak ada yang bisa bantu, adapun kami khawatir dengan kondisi saat itu. Sebelum pelaksanaan operasi, kami berdua harus test PCR dulu, biayanya waktu itu 1.5 juta, masih sangat mahal memang, keluar dalam waktu 24 jam. Pada saat operasi, saya tidak boleh menemani istri di dalam, dan harus untuk menunggu di luar demi menjaga protokol baru pencegahan penyebaran C19. Tidak boleh ada yang menjenguk, hanya bisa video call pasca kelahiran anak pertama kami.

Juni 2020, Sebulan penuh merawat bayi berdua saja, kontrol ke dokter setiap 1-2 minggu sekali. Meraba raba sendiri bagaimana cara mengurus bayi karena sikon yang memaksa. Berat sekali rasanya mempunyai bayi di masa awal pandemi. Tiap malam gantian ganti popok dan menyusui. Berat namun tetap semangat. C19 tetap bertambah, kapasitas tes masih kecil. Saya sempat mendapat suntik vitamin c yang diadakan kantor, katanya sih dipercaya memperkuat imun tubuh.

Juli 2020, Kami mulai kewalahan mengurus bayi berdua, akhirnya memutuskan mempekerjakan ART baru untuk membantu mengurus pekerjaan rumah tangga. Sebelum masuk kami pun membiayai untuk test PCR sebelum masuk. Untung dapat yang cekatan dan baik, walau awal awal masih kurang percaya dan yakin. Terjadi tragedi jari anak saya ujungnya terpotong saat mau potong kuku (yang motongin kuku tukang pijit bayi), sedih tapi harus tetap tegar. Kata tukang pijitnya, tidak apa apa, tapi karena darahnya keluar terus, kami akhirnya bawa ke IGD. Di IGD katanya harus dioperasi kalau mau jarinya balik ke normal. Lalu dirujuklah ke dokter spesialis operasi plastik khusus bayi. Gila, pikiran saya langsung kemana mana. Untungnya dokter bedah bilang kalau tidak perlu operasi, karena kulit bayi akan cepat tumbuh lagi. Akhirnya hanya diberi obat semacam salep dan di tutup dengan perban.

Agustus 2020, ada keluarga jawa timur berkunjung untuk melihat sekalian menjenguk kami. Saya sempat debat dengan istri karena waktu itu masih PSBB. Tapi akhirnya tetap menjenguk karena istri sudah mengiyakan dan tidak enak hati. Walau hati awalnya sebal karena PSBB kok dijenguk, tapi akhirnya senang juga hehe. Pertama kalinya saya merasakan upacara lewat video conference, berasa awkard karena harus hormat di depan monitor. Prediksi pemerintah kalau pandemi akan selesai pun meleset, C19 tetap menggeliat.

September 2020, anak mulai susah minum susu(ASI), ke dokter berkali kali, katanya ada gerd, alergi. Berat badan juga naikknya tidak sesuai dengan harapan. Masih mencoba berbagai cara agar anak mau minum susu. Wabah masih belum terkendali, DKI Jakarta masih PSBB, tapi sayangnya bodetabek masih bebas, minim protokol kesehatan. Jadi berasa sia sia saja, di jakarta PSBB di sekitarannya masih longgar.

Oktober 2020, Anak saya mengidap ISK dan harus rawat inap, terpukullah saya. Anak saya dipasangi selang NGT agar tetap minum susu. Setiap 8 jam sekali menerima antibiotik dan nangis kenceng, pengen saya tinju muka susternya karena jutek banget, tapi apa daya tidak akan mengubah apapun malah memperburuk keadaan. Sampai akhirnya datang suster kepala karena istri saya sudah marah marah. Sehari sebelum masuk kamar ruang inap utama, kami harus menginap di ruang observasi yang sangat tidak nyaman ruangannya. Pikiran saya sudah kacau balau waktu itu, ruangan benar benar tidak nyaman, anak dipasangi infus, hanya bisa pasrah saja. Alhamdulillah bisa melewati masa masa itu.

November 2020, anak dan istri rawat inap lagi. Namun bukan karena kondisi kesehatan, tapi karena ingin terapi supaya anak saya bisa menyusu langsung di bekasi. Berbeda dengan di rumah sakit di jakarta, di rumah sakit bekasi waktu itu untuk masuk rawat inap cukup melakukan rapid test (darah). Anak saya juga terdiagnosa tongue tie, dan harus dipotong tongue tienya. Setelah seminggu menajalani terapi akhirnya anak saya mau menyusu secara langsung walau hanya 2 bulanan. Setelah terapi selesai, kami lakukan sunat karena takut terjadi reinfeksi ISK lagi. Senang sekali anak kembali mau menyusu dan mau MPASI.

Desember 2020, setelah berbagai cobaan yang kami lalui di masa pandemi yang sangat alhamdulillah berat, kami memutuskan untuk libur keluarga sejanak di bogor. Kasus C19 masih tinggi, untuk itu kami pilih hotel yang sekiranya tidak terlalu ramai, tapi sampai di sana malah yang terjadi sebaliknya. Setelah liburan, kami melakukan test PCR, sebagai langkah antisipasi. Harga test sudah turun dari 1.5 juta ke 900 ribu untuk 24 jam. Akhir desember alhamdulillah kami memiliki kesempatan untuk membeli rumah di jakarta, karena pikir kami harga rumah sedang turun karena pandemi.

Januari 2021, kami mempekerjakan suster (pengasuh anak) untuk anak kami. Istri sudah mulai aktif bekerja dan saya pun juga mulai fokus lagi pekerjaan kantor. Sayang sekali hanya bertahan sekitar 1 bulan karena bermasalah dan sering bertengkar/beda pendapat dengan ART yang lama. Anak saya kembali pasang NGT selama satu minggu, sesuai saran dokter. Sebetulnya hati kecil saya menolak tapi ya sudahlah jalani dulu. Vaksin pertama diberkan ke presiden Jokowi, berupa coronavac (sinovac) produksi china. Sebuah harapan. Pergantian istilah dari PSBB ke PPKM juga terjadi, saya kurangpaham alasannya apa, tujuannya sama, hanya beda istilah.

Februari 2021, rekan kerja istri saya OTG covid. Saya langsung panik, istri Saya lalu isoman ke apartemen, sebelum akhirnya pindah ke hotel karena pengap. Padahal waktu itu anak Saya masih pakai NGT. Untungnya kami sudah mempekerjakan ART baru untuk membantu Saya merawat anak. Setelah dua hari isoman istri saya test PCR lagi, malang istri saya walau negatif harus isoman lagi karena waktu test PCR bareng rekan kerja lainnya teman kerja yang satu mobil positif OTG. Setelah seminggu isoman dan test negatif, akhirnya kami sekeluarga bisa kumpul kembali.

Maret 2021, diskon PPnBM diberlakukan. Akhirnya setelah menimbang beberapa hal, alhamdulilah kami memperoleh kesempatan untuk membeli mobil baru untuk mudik. Kami berencana untuk mudik di tahun itu walaupun saya tahu kalau mudik tidak boleh, tapi kami akan curi curi waktu agar tetap bisa mudik. Sudah setahun lebih Saya tidak pulang dan tidak menyapa keluarga di rumah. Saya juga akhirnya mempunyai kesempatan mendapat suntikan vaksin dosis pertama sinovac yang saya peroleh dari kantor. Setelah vaksin dosis pertama saya sejanak liburan ke bandung bersama keluarga. Perjalannya cukup menegangkan karena mobil yang saya kendarai sering mentok bumper, ngos ngosan karena jalanan nanjak tajam, di tanah liat pula. Ketika liburan Saya melihat gerombolan ibu ibu yang tidak pakai masker foto – foto. Pandemi sudah mau berakhir, pikir Saya.

April 2021, masuk ramadhan Saya mendapat vaksin dosis kedua. Saya agak khawatir sebenarnya karena menerima vaksin ketika puasa. Tapi akhirnya setelah menerima vaksin, Saya tidak merasakan gejala yang berarti kecuali agak ngilu di daerah jarum suntik. Sudah hampir sebulan anak Saya lepas dari NGT. Otomatis berat badannya turun hampir 1 kg dan masih susah makan. Tapi kami tetap berusaha memberi makan saja lewat oral walau sering menolak. Penyebaran C19 di Jakarta terlihat menurun, karena jumlah tes juga ikut turun.

Mei 2021, kami pulang kampung sebelum pemberlakuan pelarangan mudik. Sebelum mudik, kami melakukan tes pcr untuk jaga jaga kalau ada petugas/polisi yang menanyakan hasil tes C19. Untungnya selama perjalanan pulang tidak ada yang penyakatan dan jalanan sangat sepi. Tampaknya semua mengikuti anjuran pemerintah untuk tidak mudik 2021 kecuali kami, hihi. Di kampung pun Saya juga tidak pernah jamaah keluar, hanya jamaah / sendiri di rumah karena takut & mencegah penularan. Ketika balik dari mudik, kami pun tidak melihat kemacetan / lalu lalag kendaraan arus balik, benar benar sepi. Pada bulan ini tersebar berita mucul varian delta di India yang menyembabkan pandemi gelombang ketiga di sana.

Juni 2021, kasus C19 meningkat. Walau tidak banyak, karena jumlah tes nya juga sedikit, tapi positive ratenya mencapai 50% di DKI. Setelah berada di atas 50% beberapa hari, akhirnya Pemerintah DKI menggencarkan testing dan vaksinasi. Benar saja dalam sebulan kasus positif meningkat tajam. Rumah sakit mulai penuh lagi.

Juli 2021, kasus C19 di jawa bali paling tinggi selama pandemi. Rumah sakit penuh, pasien baru ditolak, tingkat kematian tinggi. Mengerikan. Dari tempat tinggal saya, hampir setiap jam terdengar suara sirine. Dan saya yakin itu bukan sirine mobil polilsi melainkan ambulan. Entah mengangkut pasien atau jenazah, saya tidak tahu. Setiap hari dari toa masjid sekitar menyiarkan kabar kematian. Saya lihat di story IG / WA / FB banyak yang meminta bantuan donor konsenvalen. Bulan penuh haru, sekali lagi doa terbaik untuk yang berduka, semoga tuhanmemberi ketabahan dan kelapangan. Di bulan ini alhamdulillah istri saya menerima vaksin sinovac dosis pertama dari kantor saya setelah sekian lama menunggu.

Agustus 2021, angka positif menurun drastis, BOR rumah sakit rujukan C19 saat ini juga turun hingga di angka 25% (di Jakarta). Mungkin juga karena efek vaksinasi masal di Jakarta yang berjalan baik. Mungkin. Di bulan ini juga istri saya mendapat suntikan vaksin dosis kedua sinovac. Untuk yang belum vaksin, yuk mari vaksin, gratis kok, seenggaknya pemerintah sudah menepati janjinya untuk menggratiskan program vaksinnasi masal. Doa saya semoga keadaan semakin membaik, amiin.

Stay safe, stay sane


Eksplorasi konten lain dari Oentoro

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tulisan ini dipublikasikan di Sharing dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *